Kelangkaan
serta melambungnya harga kedelai di Indonesia beberapa waktu yang lalu tentu
membuat berbagai pihak menyayangkan hal tersebut. Hal itu diakibatkan oleh
Negara agraris seperti Indonesia seharusnya tidak akan mengalami
kelangkaan-kelangkaan hasil pertanian, baik kedelai sekalipun. Perlu dikaji
kembali tentang faktor penghambat bagaimana produksi kedelai di indonesia terus
mengalami penurunan, karena seharusnya negeri agraris yang kita miliki ini dapat
menghasilkan kedelai dalam jumlah yang besar untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Tetapi untuk saat ini datangnya kedelai impor yang terus menerus bertambah dari
waktu ke waktu tidak dapat dicegah lagi, karena permintaan para pengrajin tahu
maupun tempe tidak diimbangi dengan hasil kedelai nasional. Menurut sumber dari
beberapa media menyebutkan bahwa konsumsi kedelai setiap tahunnya mencapai 2,5
juta ton, sedangkan hasil kedelai nasional hanya berkisar 30% atau 800 ribu ton
saja. Melihat fenomena yang terjadi, pemerintah mengambil langkah-langkah
dengan membuka peluang impor kedelai dalam jumlah yang lebih besar dengan
tujuan memenuhi pasokan kebutuhan para pengrajin tahu dan tempe pada umumnya
sehingga produksi tahu dan tempe di kalangan masyarkat dapat terpenuhi. Membuka
keran impor sebagai salah satu cara memenuhi pasokan kedelai dirasa belum dapat
meredam harga kedelai yang sedang meroket.
Dugaan para pelaku pasar bahwa harga
kedelai bisa saja ditentukan dan dikendalikan para importir dikarenakan pasokan
yang tersedia berasal dari impor. Dengan membuka impor lebih besar tentu akan
berdampak pula pada ketergantungan kita kepada kedelai impor, sehingga hasil
dan usaha peningkatan kedelai nasional terabaikan. Menurut
Aip Syarifuddin, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia
(Gakoptindo) menuturkan bahwa lonjakan harga kedelai ini membuat hajat hidup
115.000 pengrajin tahu tempe dengan 1,5 juta pekerjanya terganggu. Karena
itulah mereka menuntut pemerintah mengambil langkah agar harga kedelai
distabilkan. Guna menstabilkan harga kedelai di dalam negeri tentunya jumlah
produksi kedelai nasional pun harus meningkat, sehingga jumlah kebutuhan dapat
dipenuhi dari produksi nasional. Dengan demikian tentu harga yang ada dipasaran
tidak ditentukan oleh importir maupun Negara penghasil kedelai. Pemerintah
perlu mengambil langkah-langkah dalam meningkatkan produksi kedelai nasional. Guna
meningkatkan produksi kedelai nasional pemerintah diharapkan memperhatikan
beberapa hal yaitu : pemberian bantuan serta
subsidi bibit kedelai unggul yang dapat diproduksi secara masal, pembinaan
serta sosialisasi kepada masyarakat tentang bagaimana bertanam kedelai dengan
pola yang benar, penyediaan lahan pertanian dan pembatasan alih fungsi lahan
pertanian, pengaturan dan penetapan harga beli petani (HBP) yang saling
menguntungkan. Dengan adanya hal-hal tersebut serta diimbangi dengan
produktivitas petani yang baik maka peluang-peluang
penyalahgunaan impor kedelai dapat dibatasi dan tidak hanya menstabilkan harga,
tetapi memenuhi permintaan kedelai di pasaran.
Adanya fenomena tentang kelangkaan
dan melambungnya harga kedelai dapat membuka peluang bagi kalangan petani. Peluang
besar ini harus segera disambut baik guna peningkatan kesejahteraan petani.
Lahan-lahan pertanian yang ada di Indonesia tentu sangat cocok dengan
pertumbuhan kedelai, sehingga dalam proses pembelajarannya tidaklah sulit. Tanaman
kedelai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah
yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman
kedelai pun dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol
atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah
podsolik merah-kuning, hanya perlu diberi pupuk organik dan pengapuran saja.
Secara keseluruhan pemaparan tersebut bahwa tanah di Indonesia tentunya sangat
mendukung guna tumbuh kembang tanaman kedelai. Berdasarkan informasi yang
didapat dari Kementerian Pertanian bahwa terdapat teknik dalam budidaya kedelai
yaitu diantaranya:
1. Persiapan Benih
Pengolahan lahan bias dimulai sebelum jatuh/datangnya
hujan, agar mempermudah dalam proses selanjutnya. Tanah dapat diolah menggunakan
bajak atau garu/cangkul hingga gembur. Untuk pengaturan air hujan perlu dibuat
saluran drainase pada setiap 4 m di sekeliling petakan sedalam 30 cm dan lebar
25 cm. Kedelai sangat terganggu pertumbuhannya bila air tergenang.
2. Perlakuan Benih
Untuk mencegah serangan hama lalat bibit,
sebelum ditanam benih dapat dicampur Marshall dengan dosis 100 gram/5 kg benih.
Benih dibasahi secukupnya lalu dibubuhi Marshall dan diaduk rata sebelum
ditanam.
3. Penanaman
Dianjurkan menggunakan benih bersertifikat dengan
kebutuhan benih sekitar 40 kg/ha. Penanaman benih dapat dilakukan dengan cara
ditugal, jarak tanamnya yaitu 40 x 10 cm
atau 40 x 15 cm sesuai kesuburan tanah, setiap lubang tanaman diisi dengan 2
butir benih lalu ditutup dengan tanah tipis-tipis.
4. Pemupukan
Dianjurkan menggunakan pupuk Urea 50 kg, TSP 100 kg dan KCl 50 kg/ha atau sesuai anjuran setempat. Seluruh jenis pupuk diberikan pada waktu bersamaan yaitu saat pengolahan tanah terakhir. Mula-mula Urea dan TSP dicampur lalu disebar merata, disusul penyebaran KCl kemudian diratakan dengan penggaruan.
Dianjurkan menggunakan pupuk Urea 50 kg, TSP 100 kg dan KCl 50 kg/ha atau sesuai anjuran setempat. Seluruh jenis pupuk diberikan pada waktu bersamaan yaitu saat pengolahan tanah terakhir. Mula-mula Urea dan TSP dicampur lalu disebar merata, disusul penyebaran KCl kemudian diratakan dengan penggaruan.
5. Penyulaman
Benih yang tidak tumbuh segera disulam, dan sebaiknya memakai bibit dari varietas dan kelas yang sama. Penyulaman paling lambat pada saat tanaman berumur 1 minggu.
Benih yang tidak tumbuh segera disulam, dan sebaiknya memakai bibit dari varietas dan kelas yang sama. Penyulaman paling lambat pada saat tanaman berumur 1 minggu.
6. Penyiangan
Penyiangan dilakukan paling sedikit dua kali, karena di lahan kering gulma tumbuh dengan subur pada musim penghujan. Penyiangan I pada saat tanaman berumur 2 minggu, menggunakan cangkul. Penyiangan II bila tanaman sudah berbunga (kurang lebih umur 7 minggu), menggunakan arit atau gulma dicabut dengan tangan.
Penyiangan dilakukan paling sedikit dua kali, karena di lahan kering gulma tumbuh dengan subur pada musim penghujan. Penyiangan I pada saat tanaman berumur 2 minggu, menggunakan cangkul. Penyiangan II bila tanaman sudah berbunga (kurang lebih umur 7 minggu), menggunakan arit atau gulma dicabut dengan tangan.
7. Pengendalian
Hama
Tidak kurang dari 100 jenis serangga dapat
menyerang kedelai. Pengendalian di tingkat petani terutama di daerah sentra
produksi sering menggunakan insektisida secara berlebihan tanpa memperdulikan
populasi hama. Hal ini selain menambah biaya juga merusak lingkungan dan
menimbulkan kematian serangga berguna. Untuk mengurangi frekuensi pemberian
insektisida adalah dengan aplikasi insektida berdasarkan pemantauan hama.
Insektisida hanya akan digunakan bila kerusakan yang disebabkan oleh hama
diperkirakan akan menimbulkan kerugian secara ekonomi, yaitu setelah
tercapainya ambang kendali.
8. Panen
Kedelai harus dipanen pada tingkat kemasakan biji yang tepat. Panen terlalu awal menyebabkan banyak biji keriput, panen terlalu akhir menyebabkan kehilangan hasil karena biji rontok. Ciri-ciri tanaman kedele siap panen adalah :
Kedelai harus dipanen pada tingkat kemasakan biji yang tepat. Panen terlalu awal menyebabkan banyak biji keriput, panen terlalu akhir menyebabkan kehilangan hasil karena biji rontok. Ciri-ciri tanaman kedele siap panen adalah :
·
Daun
telah menguning dan mudah rontok
·
Polong
biji mengering dan berwarna kecoklatan
·
Panen
yang benar dilakukan dengan cara menyabit batang dengan menggunakan sabit tajam
dan tidak dianjurkan dengan mencabut batang bersama akar. Cara ini selain
mengurangi kesuburan tanah juga tanah yang terbawa akan dapat mengotori
biji.
Berdasarkan karakteristik
topografinya, Kota Metro merupakan wilayah yang relatif datar dengan kemiringan
<6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta
jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berpasir. Sedangkan secara
geologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi. Pola
penggunaan lahan di Kota Metro secara garis besar dikelompokan ke dalam 2 jenis
penggunaan, yaitu lahan terbangun dan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri
dari kawasan pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas perdagangan
dan jasa, sedangkan lahan tidak terbangun terdiri dari persawahan, perladangan
dan penggunaan lain-lain. Kawasan tidak terbangun di Kota Metro didominasi oleh
persawahan dengan sistem irigasi teknis yang mencapai 2.982,15 hektar atau
43,38% dari luas total wilayah. Selebihnya adalah lahan kering pekarangan
sebesar 1.198,68 hektar, tegalan 94,49 hektar dan sawah non irigasi sebesar
41,50 hektar (Wikipedia:2013). Melihat kondisi tersebut para petani yang ada di
Kota Metro harus jeli mengambil langkah-langkah yang dapat memberikan
keuntungan dalam pertaniannya. Kondisi yang memadai dan lingkunga pertanian
yang menjanjikan menjadi prospek yang baik dalam peningkatan pemanfaatan lahan
pertanian untuk budidaya kedelai.
Tidak
hanya pemanfaatan lahan pertanian guna penganekaragaman tanaman, tetapi
pemanfaatan lahan pekarangan ataupun lahan tidak produktif juga dapat menjadi alternatif guna
peningkatan hasil-hasil pertanian khususnya kacang kedelai. Perlu diketahui
bahwa Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia melalui Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung telah melakukan sosialisasi Program Model Rumah
Pangan Lestari (MKRPL) di Kota Metro. Program ini bertujuan agar pemanfaatan lahan pekarangan yang ramah
lingkungan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga dalam mengurangi
belanja rumah tangga atau peningkatan pendapatan dari hasil pertanian, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan kesejateraan melalui partisipasi anggota
keluarga masyarakat. Jika diakumulasi satu rumah tangga dapat menghasilkan
100-500 Kg kacang kedelai/panen maka kebutuhan akan kedelai di Kota Metro akan
terpenuhi. Selain itu BPTP Lampung juga menerapkan program Sekolah Lapang
Pengolahan Tanaman Terpadu (SL-PTT) dengan tujuan mempercepat alih teknologi
PTT dari peneliti kepada petani dan warga di Kota Metro. PTT adalah pendekatan
dalam pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme pengganggu tanaman (OPT), dan
iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas,
pendapatan petani, dan kelestarian lingkungan. Dengan usaha-usaha tesebut diharapkan akan
menjadikan Metro sebagai salah satu daerah penghasil kedelai selain hasil-hasil
pertanian lainnya. Dampak lainpun tentunya dapat timbul, yaitu kesejahteraan
masyarakat dengan adanya penghasilan dari bertanam/bertani kedelai.
Ardi Irphani (Litbang Bappeda Kota Metro)
.jpg)